oleh

Kenali Filosofi Tari Gantar dari Suku Dayak Kalimantan Timur

TEKAPEKALTIM — Tari Gantar merupakan jenis tarian pergaulan antara muda-mudi yang berasal dari Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim).

Tari Gantar melambangkan kegembiraan dan keramah-tamahan suku Dayak dalam menyambut tamu, baik sebagai wisatawan, investor, atau para tamu yang dihormati.

Dalam tari Gantar pun bahkan tamu-tamu bisa diajak ikut menari bersama para penari.

Dahulu, Tari Gantar hanya dipersembahkam aat upacara adat. Menurut versi cerita yang lain bahwa tari Gantar adalah tarian yang digelar saat upacara pesta tanam padi.

Disadur dari ensiklopedia dunia, properti tari sebuah tongkat panjang adalah kayu yang digunakan untuk melubangi tanah pertanian, dan bambu pendek adalah tabung benih padi yang siap ditaburkan pada lubang tersebut.

Gerakan kaki dalam tari Gantar menggambarkan cara menutup lubang tanah tersebut.

Muda-mudi dengan sukacita menarikan tari tersebut dengan harapan hasil kelak panen akan berlimpah ruah.

Tari ini biasanya dilakukan bergantian oleh masyarakat Suku Dayak Tunjung dan Benuaq.

Versi lain juga beredar dalam masyarakat bahwa dahulunya Tari Gantar merupakan persemnagan sakral yang hanya boleh ditarikan saat para pahlawan pulang dari medan peperangan.

Tari ini sebagai sajian untuk menyambut kedatangan mereka dan ditarikan oleh gadis-gadis remaja.

Properti tongkat panjang adalah sebuah sumpit dan diberi hiasan kepala atau tengkorak musuh (digantungkan) yang telah dibunuh oleh para pahlawan.

Sedangkan bambu kecil merupakan peraga untuk mengimbangi gerak tari.

Sejarah dan Filosofi Tari Gantar

Ada suatu mitos yang mengawali lahirnya Tari Gantar.

Mitos ini dulunya amat dipercaya oleh masyarakat Dayak Tunjung dan masyarakat Dayak Benuaq.

Konon, menurut mitos yang berkembang dalam masyarakat Suku Bangsa Dayak Tunjung dan Suku Bangsa Dayak Benuaq bahwa lahirnya Tari Gantar berawal dari cerita di Negeri Dewa Nayu.

Negeri Dewa Nayu diyakini sebagai tempat Dewa Nirwana yang bernama Negeri Oteng Doi.

Pada suatu hari terjadi peristiwa di dalam keluarga Dewa di Negeri Oteng Doi atau Negeri Dewa Langit.

Keluarga tersebut terdiri dari suatu kepala keluarga yang bernama Oling Besi Oling Bayatn.

Oling Bayatn memiliki seorang istri dan dua orang putri yang bernama Dewi Ruda dan Dewi Bela.

Keluarga tersebut hidup tenteram dan damai di Negeri Oteng Doi. Pada suatu ketika datanglah seorang Dewa yang bernama Dolonong Utak Dolonong Payang, tanpa disangka oleh keluarga Oling Besi.

Kedatangan Dolonong Utak tenyata beritikad buruk. Oling Besi dibunuhnya dengan tujuan dapat menikahi istri Oling Besi.

Peristiwa tersebut terjadi di depan mata istri dan kedua anak Oling Besi. Lantaran takutnya istri Oling Besi menerima ajakan Dolonong Utak untuk menikah, namun kedua anaknya menyimpan dendam pada ayah tirinya itu.

Hari berganti hari, setelah kedua Putri Oling Besi menginjak remaja, mereka berdua berencana membunuh ayah tirinya.

Di suatu hari kedua Dewi tersebut hendak melaksanakan niatannya untuk membalas kematian Ayah kandungnya pada Ayah tirinya tatkala Ayah tirinya (Dolonong Utak) sedang beristirahat di balai-balai rumahnya.

Saat kesempatan itu tiba, dibunuhlah Dolonong Utak dengan menggunakan Sumpit.

Setelah diketahui bahwa Ayah tirinya meninggal, kedua putri pun senang, keduanya bersukacita dan mengungkapkannya dengan menari-nari berdua.

Sebagai musik untuk mengisi tariannya itu mereka mencari sepotong bambu pendek dan mengisinya dengan biji-bijian. Ungkapan kepuasan membunuh Dolonong Utak itu dilakukan hingga beberapa hari.

Kemudia dari dunia kejadian di alam Dewa tersebut diketahui oleh seorang manusia yang mampu berhubungan dengan alam Dewa yang bernama Kilip.

Oleh karena Kilip mengetahui kejadian itu, maka Dewi Ruda dan Dewi Bela mendatangi Kilip agar dirinya tidak menceritakan kejadian ini kepada Dewa-dewa lain di Negeri Oteng Doi.

Kilip menyetujui dengan mengajukan satu syarat, yaitu Dewi Ruda dan Dewi Bela mesti mengajarkan tari yang mereka dendangkan saat bersukacita.

Tanpa pikir panjang, Dewi Ruda dan Dewi Bela pun mengajarinya.

Dari hasil pertemuan tersebut Kilip mendapatkan satu bentuk tarian sakral karena properti tari tersebut berupa tongkat panjang dan sepotong bambu, maka Kilip memberi nama tarian tersebut sebagai Tarian Gantar yang artinya tongkat (yang sebenarnya sebuah sumpit) dan sepotong bambu yang biasa disebut Kusak.

Gerak Tari Gantar

Gerakan Tari Gantar yang sekarang sering disaksikan merupakan rangkaian gerakan yang mengalami proses penggarapan maupun pemadatan.

Gerakan Tari gantar didominasi gerakan kaki. Pada awalnya Tari Gantar dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1.Gantar Rakyat

Jenis Tari Gantar ini hanya memikiki satu alat yaitu Gantar (kayu yang panjang), pada ujung tongkat tersebut diikatkan/digantung tengkorak manusia yang dibungkus dengan kain merah dan dihiasi dengan Ibus.

Mereka menari berkeliling sambil menyanyi, di pinggang penari terikat mandau. Apabila tidak memegang tongkat, mereka mengelewai (melambaikan tangan sesuai irama).

2.Gantar Busai

Jenis tari ini hanya membawa sepotong bambu yang diisi dengan biji-bijian yang dipegang dengan tangan sebelah kanan, sedang tangan kiri tidak membawa apa-apa sewaktu menari dilambai-lambaikan sesuai irama.

Sedangkan bambunya berukuran 50 cm diberi dua belas gelang agar berbunyi gemerincing jika digerakkan.

Jumlah bambu atau gantar tersebut sesuai dengan jumlah penarinya.

Mereka menari berkelompok, kadang juga ada yang “Ngloak” (menari sambil saling memupuki dengan pupur basah).

3.Gantar Senak dan Kusak

Penari dari jenis Tari Gantar ini menggunakan dua peralatan yaitu Senak (tongkat) yang dipegang tangan kiri.

Sedangkan Kusak (bambu) yang dipegang tangan kanan, berisi bebijian agar bunyinya lebih nyaring.

Kusak dipegang tangan kanan dengan telapak tangan telentang dan siku ditekuk.

Senak biasanya berukuran satu sampai seperempat meter, sedangkan Kusak dengan 30 cm yang diisi dengan biji-bijian dan ujungnya di beri penutup yang disebut dengan Ibus.

Referensi

“Tari Gantar”. Indonesia Kaya Web. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-20. Diakses tanggal 21 Februari 2015.

P3KD (1977-1978). Ensiklopedia Musik dan Tari Daerah di Kalimantan Timur. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Pusat.

“Tari Gantar Kaltim”. Perpustakaan Digital Kebudayaan Indonesia.

“Yuk Mengenal Tari Gantar”. Griya Wisata. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-20.

“Sejarah, Fungsi dan Deskripsi Tari Gantar”. Vanie Pick.

“Tarian Gantar! Tarian Saling Mengenal Muda-Mudi”. Berita Baik Indonesia.

Komentar