oleh

Ditaksir Cadangan Nikel Indonesia Sisa 6 Tahun, Ini Penyebabnya

TEKAPEKALTIM — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka-bukaan soal cadangan nikel Indonesia yang menipis, ditaksir tersisa hanya kurun waktu 6 – 15 tahun lagi.

Menipisnya cadangan nikel ini ternyata imbas dari banyaknya pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).

Tercatat, untuk nikel melalui proses pirometalurgi di Indonesia atau yang memproses nikel kadar tinggi sebanyak 44 smelter, sedangkan untuk nikel yang melalui proses hidrometalurgi yang memproses nikel kadar rendah terdapat 3 smelter.

Dari smelter yang ada, konsumsi biji nikelnya untuk pirometalurgi dengan kadar tinggi, yaitu saprolite, adalah sebesar 210 juta ton per tahun. Dan untuk hidrometalurgi ke arah baterai, memerlukan bijih nikel kadar rendah, yaitu limonite, sebesar 23,5 juta ton dalam per tahun.

Hingga kini masih ada smelter nikel dalam tahap konstruksi, antara lain untuk proses pirometalurgi ditemukan sebanyak 25 smelter dan smelter nikel melalui proses hidrometalurgi terdapat 6 smelter dalam tahap konstruksi.

Bahkan, masih ada rencana pembangunan smelter pirometalurgi dengan jumlah puluhan, sebanyak 28 smelter dan untuk smelter dengan proses hidrometalurgi sedang dalam tahap perencanaan berjumlah 10 smelter.

“Total smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru, itu ada 116 smelter,” ucap Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, dikutip dari laman CNBC, Minggu (22/10/23).

Irwandy menyebutkan bahwa secara keseluruhan cadangan nikel baik jenis saprolit dan limonit kira-kira tersisa 5,2 miliar ton.

Sementara dengan konsumsi seperti yang disampaikan atau mencapai sekitar 210 juta ton saprolite dan 23,5 juta ton limonit, maka ditaksir umurnya hanya tersisa 6 – 11 tahun lagi.

Di tengah cadangan yang menipis, Irwandy menyatakan Indonesia masih punya sumber daya nikel sekitar 17 miliar ton di luar green area yang belum dieksplorasi.

“Jadi ini memang sesuatu yang menurut saya perlu kita pikirkan bersama, jangan-jangan beberapa tahun ke depan kita menjadi pengimpor bijih nikel. Inilah kira-kira esensi dari supply demand yang terjadi saat ini,” ungkap Irwandy. (*)

Komentar

Berita Terkait