oleh

Areal Perkebunan Lada Sempat Alami Penurunan Drastis, Ini Kata Kepala Dinas Perkebunan Kaltim…

TEKAPEKALTIM — Indonesia merupakan negara yang memiliki rempah-rempah yang cukup kompleks jenisnya. Kabarnya hal inilah yang menjadi daya tarik penjajah kala itu.

Lada atau merica ialah salah satu dari beragamnya rempah yang kerap digunakan untuk membumbui masakan. Selain menjadi bumbu penyedap alami, lada juga memiliki banyak khasiat. Oleh karena itu, wajar bila lada banyak dicari masyarakat.

Dalam buku “Perdagangan Lada Abad XVII” karya P. Swantoro, disebutkan bahwa lada nusantara mulai diberitakan pada abad ke-15 oleh penulis Tionghoa. Meski begitu, keramaian perdagangan lada di nusantara meningkat pada abad ke-16.

Keberadaan lada di Indonesia tak serta-merta ada begitu saja. Perkembangan rempah ini, pun beriringan dengan sejarah rempah-rempah Indonesia lainnya.

Sebetulnya tak diketahui pasti kapan dan siapa penemu lada pertama kali. Bahkan dikabarkan masyarakat Yunani Kuno telah mengenal lada sejak tahun 372 SM. Lalu, pada tahun 1492 Columbus menemukan adanya tanaman lada di India Barat.

Sejak saat itu, lada menjadi rempah yang banyak dicari. Bahkan pada abad ke-17, mulai banyak negara yang menginginkan lada Indonesia. Hal tersebut lantas menimbulkan pertentangan dan konflik antara pedagang Barat dan penguasa setempat. Begitu pula dengan badan-badan pedagang Barat seperti VOC dan EIC.

Tanaman ini dibawa oleh bangsa Portugis yang saat itu menjajah Indonesia, pasalnya tanaman lada dapat tumbuh baik di daerah tropis. Oleh karenanya, wajar bila saat itu tanaman ini dibawa dan ditanam di tanah Indonesia.

Pada abad ke-17, wilayah Sumatera dapat menghasilkan sekitar 39.000 ton. Tahun 1935, Lampung bahkan dapat menghasilkan 45.000 ton. Sejak saat itu, lada Indonesia terkenal di seluruh dunia. Dewasa ini, Indonesia dan India dianggap sebagai dua negara penghasil lada utama di dunia.

Sementara itu, berdasarkan data yang dicatat Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Disbun Kaltim), pada tahun 2023 jumlah produksi lada di Benua Etam berkisar 5.199 ton, dengan luas areal perkebunan 8.161 hektar (ha).

Namun sayangnya sejak tahun 2019 hingga 2023, luas areal perkebunan lada selalu mengalami perubahan bahkan penyempitan.

Saat dihubungi Tekapekaltim, Kepala Disbun Kaltim, Ahmad Muzakkir menyebut hal ini disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan dari kebun lada menjadi komoditi lainnya.

“Karena ada alih fungsi lahan dari kebun Lada menjadi kebun kelapa sawit atau komoditi pertanian lainnya seperti buah naga dan nenas,” ungkap Ahmad Muzakkir, Selasa (28/11).

Selain itu kebakaran hutan di areal kebun lada masyarakat, kata Muzakkir, mengakibatkan luas tanaman lada menurun drastis.

“Ada juga serbuan Landak Kuning (alat berat tambang batu bara) yang membuat pekebun rela menjual kebunnya dengan iming-iming harga jualnya yang sangat tinggi,” bebernya. (cca/adv/disbun)

Komentar