Guru TPA Balikpapan Masih Terabaikan, La Ode Minta Pemerintah Hadir dan Bertindak
mTEKAPEKALTIM – Di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap meningkatnya tantangan sosial dan degradasi nilai-nilai moral di kalangan generasi muda, perhatian terhadap nasib guru-guru Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di Balikpapan kembali mencuat.
Anggota DPRD Kalimantan Timur dari daerah pemilihan Balikpapan, La Ode Nasir, mengingatkan Pemerintah Provinsi Kaltim untuk tidak lagi meminggirkan peran penting guru TPA sebagai ujung tombak pendidikan karakter dan keagamaan di tingkat akar rumput.
Ia menilai, perhatian terhadap kelompok pendidik nonformal ini belum sebanding dengan beban dan tanggung jawab besar yang mereka emban.
“Balikpapan adalah kota urban yang terus berkembang, tapi itu juga berarti tantangan sosial makin kompleks. Di sinilah peran guru TPA menjadi sangat vital dalam membentuk fondasi moral anak-anak sejak dini. Sayangnya, peran mereka selama ini seperti luput dari perhatian pemerintah,” ujarnya, Minggu (15/6/2025).
Menurut La Ode, guru TPA tidak hanya mengajarkan huruf hijaiyah atau membaca Al-Qur’an, tapi juga membina akhlak, kedisiplinan, dan nilai-nilai spiritual yang menjadi bekal penting dalam kehidupan anak-anak di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru TPA di Balikpapan masih bekerja secara sukarela, tanpa jaminan insentif rutin maupun dukungan dari pemerintah daerah.
Mereka kerap mengandalkan dana dari kotak amal masjid atau sumbangan masyarakat setempat untuk bisa terus menjalankan aktivitas mengajar.
“Ini bukan soal besar kecilnya uang. Ini soal pengakuan terhadap kontribusi mereka dalam menjaga benteng moral masyarakat. Tidak adil jika guru-guru formal mendapat berbagai tunjangan, sementara guru TPA hanya bermodalkan keikhlasan,” kata La Ode tegas.
Ia pun mendesak Pemprov Kaltim untuk segera menyusun kebijakan afirmatif yang berpihak kepada guru TPA, dimulai dengan melakukan pendataan menyeluruh di wilayah Balikpapan sebagai pilot project.
Sehingga, dengan alokasi anggaran dari APBD maupun dana hibah pendidikan, pemerintah dapat membangun skema dukungan yang berkelanjutan dan adil bagi para pendidik keagamaan ini.
“Kita tidak bisa bicara revolusi mental atau pembangunan karakter tanpa memperkuat pilar-pilar yang selama ini diam bekerja di lapangan. Guru TPA adalah bagian dari solusi, bukan pelengkap,” jelasnya.
Dengan pertumbuhan kota yang pesat, La Ode berharap Balikpapan bisa menjadi contoh bagaimana pembangunan fisik dan pembangunan karakter berjalan seiring. Dan itu, menurutnya, hanya bisa tercapai jika peran pendidik nonformal seperti guru TPA benar-benar diakui dan didukung secara konkret oleh kebijakan daerah. (ADV DPRD KALTIM/Raf)
Tinggalkan Balasan