TEKAPEKALTIM — Salah satu produsen minyak raksasa dunia sekaligus anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), Iran, mendesak negara-negara Islam menjatuhkan sanksi embargo minyak untuk Israel. Namun, usulan ini justru ditolak oleh negara-negara Arab.
Hal tersebut disampaikan Presiden Iran Ebrahim Raisi saat KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab Sabtu (11/11) lalu. Raisi memuji kelompok Hamas atas perangnya melawan Israel.
Raisi pun geram dan mendesak negara-negara Islam meluncurkan sanksi embargo minyak dan barang terhadap Israel.
“Tidak ada cara lain selain melawan Israel, kami mencium tangan Hamas atas perlawanannya terhadap Israel,” kata Raisi dalam pidatonya, dikutip dari Reuters, Rabu (15/11).
Adapun dua delegasi beberapa negara Arab, dipimpin oleh Aljazair, menyerukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel.
Negara-negara Arab lainnya yang telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pun menolak kebijakan tersebut dan “Menekankan perlunya menjaga saluran tetap terbuka dengan pemerintahan Netanyahu,” kata mereka.
Mengutip Times of Israel, Liga Arab dan OKI pada awalnya dimaksudkan melakukan pertemuan secara terpisah.
Para diplomat Arab mengatakan, keputusan untuk menggabungkan pertemuan tersebut lantaran delegasi Liga Arab gagal mencapai kesepakatan mengenai pernyataan akhir.
Diplomat tersebut berkata, beberapa negara, termasuk Aljazair dan Lebanon, mengusulkan untuk mengancam akan mengganggu pasokan minyak ke Israel dan sekutunya serta memutuskan hubungan ekonomi dan diplomatik yang dimiliki beberapa negara Liga Arab dengan Israel.
“Namun, setidaknya tiga negara, termasuk Uni Emirat Arab dan Bahrain, yang menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020, menolak proposal tersebut,” kata diplomat yang tidak mau disebutkan namanya.
Usulan tersebut pun kembali dibawa dalam KTT Luar Biasa OKI. Rancangan resolusi menyerukan untuk mencegah pengiriman peralatan AS ke Israel dari pangkalan di negara-negara Arab, menyerukan untuk membekukan semua hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel.
Kemudian, mengancam akan menggunakan minyak sebagai alat untuk menekan Israel seperti embargo minyak tahun 1972, mencegah penerbangan ke dan dari Israel menggunakan wilayah udara negara-negara Arab, dan membentuk misi bersama untuk memberikan tekanan pada negara-negara Barat agar melakukan gencatan senjata.
Negara-negara yang menolak klausul tersebut adalah Mesir, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, Maroko, Mauritania, dan Djibouti.
Presiden Iran mengatakan negara-negara Islam harus menyebut tentara Israel sebagai “organisasi teroris” atas tindakannya di Gaza.
Menurut Raisi, satu-satunya solusi terhadap konflik ini adalah pembentukan negara Palestina dari “sungai hingga laut”, yang berarti penghapusan negara Israel.
“Kami ingin mengambil keputusan bersejarah dan menentukan mengenai apa yang terjadi di wilayah Palestina. Pembunuhan warga sipil dan pemboman rumah sakit adalah manifestasi kejahatan Israel di Gaza. Hari ini, setiap orang harus memutuskan di pihak mana mereka berdiri,” tegas Raisi.
Adapun seruan embargo minyak mentah atas Israel pernah digaungkan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian pada Rabu (18/10) lalu.
Menurut sumber Reuters, dia meminta anggota OKI untuk memberlakukan embargo minyak dan sanksi lainnya terhadap Israel dan mengusir semua duta besar Israel.
Embargo ini juga pernah dilakukan pada tahun 1973. Produsen Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi menerapkan embargo minyak terhadap pendukung Israel di Barat dalam perangnya dengan Mesir, yang menargetkan Kanada, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. (*)
Komentar