oleh

Rusman Yaqub Sebut Ada Benturan Pandangan dalam Pengarusutamaan Gender

TEKAPEKALTIM — Program Pengarusutamaan Gender (PUG) menjadi hal yang amat penting dilakukan guna melahirkan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.

Demikianlah yang diterangkan Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Rusman Yaqub saat ditanyai menyangkut problematika peran perempuan.

Menurutnya, ditemui beberapa kendala dalam melestarikan pemahaman ihwal perempuan, khususnya giat pelaksanaan PUG. Mulai dari masalah kelembagaan hingga pandangan dunia tentang gender.

“Terkait soal kelembagaan yang saya maksudkan adalah perlunya penguatan kelembagaan dalam melaksanakan implementasi PUG di setiap SKPD/OPD dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah sampai pada Rencana Kerja Anggaran setiap SKPD/OPD,” terang Rusman Yaqub kepada Tekapekaltim, Selasa (31/10).

Dirinya menambahkan, pemantauan dan penilaian juga sangat perlu ditingkatkan oleh pihak terkait. “Memperkuat monitoring dan evaluasi oleh kepala Daerah, DPRD, Sekda, Bappeda, BPKAD dan Itwil,” jelas Rusman Yaqub.

Dikemukakan Rusman, “Perlunya dibentuk “Klinik Anggaran” sebagai tempat untuk berkonsultasi, fasilitasi, diskusi, dan simulasi perencanaan PUG dalam pembangunan daerah.”

Lebih jauh, kata dia, diperlukan sosialisasi, bimbingan teknis bagi setiap aparatur sipil negara, baik pada level top managemen di setiap SKPD (Kadis) maupun staf.

Hal itu dilakukan, tambahnya lagi, “Agar memahami betul secara konsep maupun teknis atas pentingnya PUG dalam pembangunan daerah,” seru Anggota Komisi IV DPRD Kaltim itu.

Masalah lain yang ditemukan Rusman adalah, apa yang disebutnya sebagai “benturan paradigma”. Saat dimintai keterangan, Rusman Yaqub bilang nyatanya masih saja ditemukan gesekan pandangan ihwal gender.

“Masih terdapat perbedaan pandangan bahwa kesetaraan gender adalah sesuatu yang melanggar nilai, kaidah agama, dan budaya yang berlaku di masyarakat, di mana perempuan masih dianggap sebelah mata dalam menempati posisi tertentu,” tandas politisi PPP itu.

Dikemukakan Rusman, menurut dia, perkara ini tengah hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak kecuali dalam lingkungan pemerintahan. Sehingga menurutnya, kebijakan yang lahir tidak begitu memerhatikan persoalan perempuan.

“Baik di pemerintahan, jabatan publik, maupun dalam rumah tangga itu sendiri. Termasuk di dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri, sehingga kebijakan yang responsif gender menjadi sesuatu yang bukan subtansial dan mendasar untuk dilaksanakan,” tutupnya. (Agu/ADV)

Komentar