TEKAPE KALTIM

Jendela Informasi Kita

Putusan Pengadilan Mandek di Lapangan, DPRD Kaltim Perjuangkan Hak Lahan Warga Samarinda

Anggota DPRD Kaltim, Salehuddin. (TEKAPEKALTIM/Raf).

TEKAPEKALTIM – Puluhan kepala keluarga di kawasan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda, hingga kini masih hidup dalam ketidakpastian. Sengketa lahan yang sudah berlangsung bertahun-tahun tak kunjung menemukan penyelesaian tuntas, meskipun keputusan pengadilan telah memihak warga.

Masalah pelik ini memperlihatkan betapa rumitnya tata kelola lahan dan implementasi kebijakan transmigrasi masa lalu yang belum sepenuhnya diselesaikan secara adil.

Persoalan bermula dari perubahan status lahan yang disengketakan. Berdasarkan putusan hukum, ratusan warga berhak atas lahan pengganti akibat konflik penguasaan tanah.

Namun, lahan tersebut kini tercatat sebagai aset Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), sehingga tidak dapat diberikan langsung sebagaimana mestinya. Situasi ini memperlambat proses pemenuhan hak masyarakat, terutama bagi mereka yang belum menerima bentuk kompensasi apa pun.

Anggota DPRD Kaltim,Salehuddin, menyampaikan bahwa dari total warga terdampak, sekitar 70 keluarga telah menerima kompensasi dalam bentuk uang, dan 14 keluarga lainnya telah diselesaikan secara administratif. Namun, sebanyak 118 kepala keluarga masih menunggu kepastian hak mereka. Sebagaimana putusan pengadilan, mereka seharusnya memperoleh lahan pengganti, bukan uang tunai.

“Masalahnya bukan hanya soal teknis, tapi juga soal rasa keadilan. Warga ingin lahan, sebagaimana yang diputuskan pengadilan. Namun, karena lahannya kini menjadi aset pemerintah, opsi yang tersedia terbatas,” ungkap Salehuddin, Sabtu (3/5/2025).

Pemerintah sempat menawarkan lahan pengganti di wilayah seperti Kutai Timur dan Paser, namun warga menolak karena jaraknya dinilai terlalu jauh dan tidak relevan dengan kehidupan mereka yang sudah menetap lama di Samarinda. Penolakan tersebut semakin menambah kerumitan penyelesaian.

“Bagi warga, tanah bukan sekadar aset. Itu tempat tinggal, sumber penghidupan, dan bagian dari identitas mereka. Memindahkan mereka jauh dari lingkungan sosialnya berarti memutus mata rantai kehidupan yang telah dibangun bertahun-tahun,” tambahnya.

Melihat kompleksitas permasalahan, DPRD Kaltim mendorong lahirnya pendekatan baru yang lebih manusiawi, tanpa menabrak aturan hukum. Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah pemberian kompensasi tunai secara sah, dengan tetap mengacu pada ketentuan tata kelola keuangan daerah.

Dalam proses ini, DPRD melibatkan Kejaksaan, Inspektorat, dan Biro Hukum untuk memastikan seluruh prosedur berjalan sesuai regulasi.

“Kami tidak bisa bertindak gegabah. Setiap solusi harus sah secara hukum, dan pada saat yang sama, tetap berpihak pada kepentingan masyarakat,” tegas Salehuddin.

DPRD Kaltim berperan aktif sebagai fasilitator dialog antara pemerintah dan warga, dengan harapan dapat merumuskan langkah konkret yang adil dan diterima semua pihak.

Menurut Salehuddin, selama komunikasi terus dibuka, peluang untuk menyelesaikan masalah ini secara damai dan bermartabat masih sangat terbuka.

“Kami akan terus mengawal proses ini. Tujuan utama kami adalah memastikan warga tidak dirugikan dan negara hadir untuk melindungi hak-hak mereka,” pungkasnya. *Raf (ADV DPRD KALTIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini