Satu Keluarga Korban Longsor di Sungai Pinang Ditemukan Tak Bernyawa
SAMARINDA – Bencana longsor yang terjadi di Jl. Belimau, Gang Bulutangkis, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, pada Senin 12 Mei 2025 menuai luka mendalam.
Satu keluarga dari empat rumah yang dikabarkan tertimbun tanah dikabarkan masih berada di dalam rumah saat longsor terjadi.
Setelah dua hari pencarian tanpa henti, Tim SAR Gabungan akhirnya menemukan seluruh korban hilang dalam kondisi tidak bernyawa.
Peristiwa naas itu diduga akibat curah hujan deras yang mengguyur Samarinda selama dua hari berturut-turut, 11–12 Mei 2025.
Akibatnya, struktur tanah di pemukiman itu tak mampu menahan beban, hingga menyebabkan longsor besar pada dini hari.
Sebanyak enam orang jadi korban. Empat ditemukan meninggal dunia, sementara dua lainnya selamat.
“Alhamdullillah dengan ditemukannya dua korban terakhir, operasi pencarian dan evakuasi dinyatakan selesai,” ujar Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Balikpapan, Dody Setiawan dalam keterangannya pada Selasa (13/5/2025).
“Semua korban yang dinyatakan hilang telah ditemukan. Terima kasih untuk seluruh pihak yang terlibat dalam proses ini. Kami akhiri operasi SAR hari ini,” tambahnya.
Dua korban terakhir yang ditemukan adalah NS Syakira (17) dan Syafitri (14), anak dari Hamdana (43).
Mereka ditemukan pada Selasa (13/5/2025) dalam kondisi meninggal dunia, tertimbun tanah di kedalaman sekitar 7 hingga 8 meter.
Nurul Syakira diduga tertidur saat longsor terjadi, terlihat dari jasadnya yang ditemukan masih berselimut dan dengan guling di sampingnya.
Korban pertama hari ini ditemukan pukul 10.45 Wita, dan selang 15 menit kemudian, korban kedua ditemukan tak jauh dari lokasi yang sama.
Keduanya langsung dievakuasi ke RSUD Abdoel Wahab Sjahranie untuk penanganan medis dan diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan.
Dari penemuan itu, total korban meninggal dunia menjadi empat orang, Hamdana (43), bersama tiga orang anaknya, Nasrul (25), Nurul Syakira (17), dan Syafitri (14).
Dua orang lainnya, Tajudin (45) dan Sarul (22), berhasil selamat setelah lebih dulu menyelamatkan diri sebelum rumah mereka runtuh.
Lebih lanjut, Koordinator Tim SAR Samarinda, Mardi Sianturi, menjelaskan metode evakuasi yang diterapkan demi meminimalkan risiko terhadap tim pencari.
Mereka menggunakan ekskavator bertonase rendah untuk membuka akses secara bertahap, sebelum mengerahkan alat berat yang lebih besar.
“Pencarian korban ketiga dan keempat sempat terkendala oleh minimnya penerangan pada malam hari,” jelas Mardi.
Tim SAR menggunakan peralatan modern seperti drone thermal, rescue car D-Max, perlengkapan ekstrikasi, dan alat komunikasi.
Namun medan yang sulit dan ancaman longsor susulan menjadi tantangan selama proses pencarian berlangsung.
Mardi mengungkapkan bahwa pencarian melibatkan berbagai unsur, mulai dari Basarnas, BPBD, TNI, Polri, relawan, dan masyarakat sekitar.
“Strategi kami fokuskan pada area-area kritis, mulai dari belakang hingga ke depan rumah korban, tanah sangat labil, jadi pendekatan kami harus ekstra hati-hati, sehingga kita melibatkan semua pihak mulai dari TNI, Polri hingga Masyarakat,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan